Minggu, 18 Maret 2018

Februari 2017

Pagi ini sama dengan pagi yang lain. Entah datang dari mana, padahal tanggalnya pun tidak sama, telah setahun lebih, ingatan mengenai pagi itu muncul lagi. Tapi kali ini semuanya sangat sistematis dalam otak dan jari-jari tangan saya pun tidak bisa berhenti menekan tombol keyboard untuk melaporkan semuanya serinci ini, di tulisan ini. Pagi itu, dengan aroma pagi yang sama, terjadi sebuah peristiwa yang telah jadi titik balik terpenting dalam hidup saya sejauh ini, peristiwa yang rekamannya akan terus berputar pelan dalam kepala saya hingga entah kapan, yang adegan demi adegannya akan terus dapat saya ceritakan dengan jelas. Apeknya pagi yang selalu hectic karena rutinitas harian kami saat itu, ternyata adalah aroma terakhir untuk kami kala itu. Seorang sahabat pernah berkata bahwa setiap manusia adalah wayang. Dan sebuah kalimat, kadang bisa sangat melekat di hati kita dengan baik, hingga bahkan dapat dijadikan pegangan saat terpeleset dan jatuh, maupun saat terangkat tinggi dan terbang. Tapi lebih sering, pegangan dan pemakluman atas kepengecutan, sangat tipis bedanya.

Saya telah mengalami empat tahun pernikahan yang tidak mudah. Klise memang. Pernikahan mana ada yang mudah. Lalu kata apa yang tepat? Mungkin, yang kami alami, lebih tepatnya, berbeda. Sejak awal, bukan, mungkin bahkan sebelum mengawali pun, kami telah melakukan kesalahan. Yaitu tentang apa itu pernikahan, saat itu kami sama-sama belum mengerti sedikitpun. Kami hanyalah anak-anak yang lahir dan dibesarkan oleh sistem-sistem budaya dan kebiasaan awam, yang lebih banyak melupakan hakikat. Kami dikenalkan oleh seorang kawan, yang sepertinya belum terlalu mengenal kami berdua dengan baik, tapi mengerti kepentingan dan kebutuhan mendesak kami akan pernikahan, dan stereotype masyarakat mengenai usia ideal. Semuanya berjalan sangat singkat dan terlewat mudah, hanya terhitung kurang dari enam bulan, kami resmi menjadi suami istri. Apakah saya seputus asa itu hingga jadi se’murah’ itu? Sebenarnya tidak terlalu, jika saya masih boleh membela diri. Karena beberapa pertimbangan pun sempat saya buat, tapi berhenti pada hal-hal mendasar saja, seperti bibit bebet bobot yang selalu dijadikan jembatan keledai orang Jawa untuk memudahkan kerumitan proses menilai dan ‘membaca’ orang lain. Sekalipun, dalam jangka waktu kurang dari enam bulan, yang sudah disibukkan dengan segala urusan persiapan upacara dan pesta pernikahan, tidak cukup banyak informasi yang bisa didapat mengenai bibit bobot bebet tersebut.  Yang bisa dilakukan akhirnya hanyalah memaklumi segala kekurangan, yang sebenarnya telah sangat terlihat tapi terabaikan sejak awal. Saat itu, saya terlalu pengecut dan takut, merasa aman dari serangan apapun dengan adanya sebuah pernikahan, merasa telah membuktikan bahwa kami berdua adalah bagian dari masyarakat, yang seperti pada umumnya, berumahtangga di usia yang ideal. Segala kecacatan yang ada sejak sebelum menikah maupun di awal-awal tahun pernikahan, saya anggap sebagai hal yang lumrah. Perbedaan pendapat dan segalanya, semua dialami pasangan menikah manapun, pikir saya, hanya saja mungkin mereka semua bisa melewati dengan baik. Itu yang selalu jadi pedoman saya. Dan saya sempat melupakan satu hal penting di awal.

Chemistry atau ikatan antara kami berdua terasa sangat janggal sejak awal. Saya tidak akan menggunakan kata ‘cinta’ untuk menyederhanakannya, karena menurut saya kata ‘cinta’ itu sendiri justru sangat tidak sederhana. Ya, kami selalu kesulitan membangun rasa seperti layaknya suami istri pada umumnya, yang kita lihat dari bagaimana orang lain sepertinya menikmatinya, atau bagaimana orang tua kami mencontohkannya, atau bagaimana saya membandingkan dengan yang saya alami ketika dulu menjalin hubungan dengan laki-laki sebelumnya, ketika kala itu saya masih tahu bagaimana merindukan, ingin selalu dekat, memperhatikan segala detail kepentingan hidupnya, memaklumi kesalahannya, dan menyukai segala yang ada padanya. Lalu segala rindu, perhatian, pemakluman, dan rasa suka saya terhadap suami saat itu adalah berupa upaya yang sungguh-sungguh dan lebih sering gagal, bukannya mengalir dan menyenangkan. Dan satu-satunya yang menyebabkan sesulit itu menciptakan sesuatu yang seharusnya sederhana, adalah karena saya sendiri pun tidak pernah menerima sikap yang menggambarkan rasa itu darinya. Sejak awal. Bahkan di malam pertama yang seharusnya sakral itu, kami sudah harus dihadapkan pada keributan absurd tapi mungkin bisa disebut kode keras dari semesta. Entah bagaimana menggambarkan kehampaan itu dengan persis. Tapi bukan lalu kami tidak berusaha. Tentu saya tidak harus menyebutkan dan menghitung satu per satu langkah saya sendiri. Tapi dia pun sebenarnya juga pernah seringkali terlihat berupaya menciptakan quality time bersama saya, atau menunjukkan kesungguhannya untuk bertanggungjawab sebagai suami. Maka di saat-saat seperti itu saya sempat menyalahkan diri sendiri dan sangat kecewa, karena semua hal indah tentang mencintai itu, kenapa tidak bisa saya rasakan untuknya? Berbagai spekulasi muncul, misalnya seperti, apakah ini hukuman dari Tuhan karena dulu saya pacaran, karena dulu saya terlalu lama menghabiskan waktu untuk mencintai laki-laki yang belum sah menjadi suami, dan macam-macam lamunan yang lain.

Lalu bagaimana akhirnya kami bercerai, apakah hanya karena kehambaran hubungan itu saja? Tentu tidak. Saya orang Jawa, seorang muslimah, dan masih memegang teguh nilai-nilai ‘kolot’ yang baik untuk dipertahankan. Karena jika saya membiarkan pola pikir liberal yang memegang kendali, mungkin gugatan cerai itu sudah sejak lama saya lakukan. Saya masih terus berusaha mencari cara untuk mencintai suami dengan harapan naif bahwa jika saya sudah dapat mencintainya dengan baik, diapun akan dapat melakukan hal yang sama sebagaimana mestinya. Jadi seharusnya, kondisi itu lambat laun akan membaik dan berhasil asal saya terus berusaha. Jadi bertahun-tahun, saya sangat ingin mencintai suami saya sendiri, sangat ingin. Ingin merindukannya, mengagumi apapun yang ia miliki, berterimakasih atas segala yang ia lakukan, tapi pada akhirnya tetap tidak bisa. Yang terlihat hanyalah kekurangannya, kesalahannya, keganjilan perilakunya, dan itu selalu menyakitkan. Selain karena chemistry aneh diantara kami sejak awal, juga karena tepatnya di awal tahun kedua pernikahan, muncul sebuah kondisi yang selama ini hanya saya tahu ada di sinetron pagi dan tidak pernah terbayang akan saya alami dalam rumah tangga saya, ternyata pada akhirnya hal itu yang dikirim Tuhan untuk mengakhirkan kami. Kehadiran perempuan itu.

Perempuan yang bahkan ketika suatu hari saya melihat petugas bank mengenakan name tag dengan nama yang sama, atau bahkan siswa saya di sekolah memiliki nama yang sama dengan perempuan itu, seluruh aktivitas hari itu akan kacau ditambah mimpi buruk di malam harinya. Awalnya ia hanya debu halus yang sepertinya bisa dihalau dengan mudah, namun kelamaan ia menjadi kerikil, batu kecil, hingga bongkahan besar yang menutup akses saya dan suami menuju hubungan yang lebih baik. Lambat laun, semuanya kian memburuk. Pertengkaran demi pertengkaran semuanya bersumber dari kehadiran perempuan itu. Saya tahu saya tidak atau belum mencintai suami saya dengan baik, tapi ini adalah kebutuhan dasar manusia, yang tidak ingin untuk posisinya digantikan secara paksa, atau apa yang menjadi haknya dirampas oleh siapapun yang jelas tidak berhak. Kata orang, ada cemburu jika ada cinta, itu artinya saya mungkin tidak cemburu, tapi saya hanya tidak membiarkan segala perhatian suami, waktunya, tenaga, pikiran, bahkan materi, yang itu semua adalah hak saya untuk meminta, hanya saya, kini ia bagi untuk yang lain, bahkan lama-lama, tidak bersisa sedikitpun untuk saya. Hari-hari, dimanapun dan tengah melakukan apapun, setengah dari otak saya selalu memikirkan apa yang sedang dilakukan perempuan itu dan suami. Seluruh hidup saya, sel-sel tubuh saya, selama beberapa tahun itu, dikuasai oleh rasa benci, marah, dan tidak berdaya. Hingga kekuatan tambahan yaitu sebuah konsep tentang ‘wayang’ yang selalu jadi tali pegangan di tepi jurang itu pun, saat itu tidak pernah lagi saya gunakan. Saya menghalau seluruh masukan apapun yang bersifat positif. Sedikitpun, saya pikir, tidak ada sisi positif atau pembenaran akan ketidakadilan yang saya alami saat itu. Kondisi rumah kami memburuk tiap harinya. Keluarga, orang tua, banyak hati ikut tersakiti.

Satu-satunya hal yang dapat menyatukan kami di meja makan adalah ketika ada pembicaraan mengenai keingingan kami untuk memiliki anak. Walaupun kami sama-sama tahu, hal itu bukan yang paling penting. Entah Tuhan memberi kami anak atau tidak, tapi hanya dengan ini kami dapat memiliki satu-satunya hal yang dapat diperjuangkan bersama. Jadi ketika pada akhirnya kami gagal dan gagal lagi hingga rahim saya harus diekspos sedemikian rupa dan mengalami berbagai rasa sakit dan beberapa kecacatan permanen, kekecewaan saya tidak begitu besar ternyata. Karena saya belajar bahwa dikhianati, dibohongi, dan serangan-serangan mental semacam itu yang saya alami selama ini, setiap hari, tidak ada jalan keluarnya, dan tidak berdaya, ternyata jauh lebih sakit melebihi apapun yang dapat menyayat kulit dan daging saya. Seseorang yang tidak dikenal pernah secara tidak sengaja bertemu di lobi tempat kerja saya dan ketika kami tengah berbicara basa-basi sekenanya, ia menyisipkan sebuah kalimat yang kala itu lagi-lagi menjadi pegangan saya dalam rangka ikhtiar menjalani program kehamilan itu, bahwa anak adalah buah cinta. Ketika sesuatu itu tidak tumbuh subur, maka jangankan berbuah, ia tetap hidup dan tidak mati saja sudah bagus. Dan untuk selanjutnya, yang tersisa dari saya dan suami, hanyalah dua orang yang tinggal di satu rumah karena ‘terlanjur’ menikah, terpaksa menjalani segala konsekwensi sosial yang menyertainya, sambil terus bertahan hidup ditengah serangan parasit yang menggerogoti tubuh hingga akar kami.

Hingga Tuhan menyudahi semua itu. Tanggal 1 Februari setahun yang lalu, di pagi subuh, jawaban itu datang melalui berbagai rasa nyeri di sekujur tubuh saya yang diperlakukan seperti binatang yang hendak melarikan diri sebelum disembelih. Oleh suami saya sendiri. Jika ditanya apa penyebabnya, secara kronologis seperti yang saya jawab dalam berita acara pidana di kantor polisi saat itu, semuanya diawali dari pertengkaran seperti biasanya. Lalu saling menyalahkan, mencari kambing hitam, pemutarbalikan fakta, mengungkit-ungkit peristiwa yang lalu, dan berbagai nada standar yang selalu kami teriakkan ketika bertengkar. Lalu apa yang membuatnya berbeda dengan hari-hari bertengkar sebelumnya, adalah bahwa saat itu ialah yang terakhir. Ia kalap, menggila, menyerang, seakan hilang sadar, saya tidak berdaya, bahkan beberapa potongan adegan seperti terhapus dari memori karena terlalu asing untuk hidup saya yang serba naif ini. Pagi itu, 1 Februari, adalah pagi terakhir kami. Karena dalam catatan di pengadilan agama, peristiwa itulah yang mendasari hakim memutuskan perceraian itu, hanya dengan dua kali sidang, dalam jangka waktu kurang dari dua bulan, tanpa mediasi.

Saat ini, segala rasa sakit yang mungkin dapat dirasakan oleh tubuh saya memang telah hilang sama sekali. Dan sesepele apapun beberapa pihak menganggap saya membesar-besarkan perkara pukulan demi pukulan yang mungkin tidak sampai mematahkan tulang atau menyebabkan kecacatan fisik apapun, pada akhirnya juga memang hanya saya yang dapat merasakan seberapa membekas semua itu ketika rasa sakit dan serangan itu diberikan justru oleh orang yang saat itu menjadi yang paling diharapkan dapat melindungi dari segala macam ancaman dunia. Lalu jika ditanya  trauma seperti apa yang dapat saya ceritakan, ternyata bukan mengenai berapa kali ia memukul wajah saya, berapa lama ia mencekik, berapa keras ia menendang, menjambak, melempar tubuh saya, dan terminologi negatif lainnya untuk tindakan pidana semacam itu, atau seberapa banyak lebam yang dapat dihitung oleh visum rumah sakit kala itu, atau seberapa dalam jahitan di robekan bibir saya, tapi ternyata yang membekas adalah tentang seberapa jauh ia berpaling dari segala ketulusan yang telah semaksimal mungkin bisa saya berikan selama empat tahun dan membiarkan hati serta hidupnya bertahan dengan hal itu tanpa ada sedikitpun keinginan untuk merubahnya dan justru terlihat makin menikmatinya, ditambah dengan pemutarbalikkan fakta berupa fitnah yang ia alamatkan ke saya sebagai mekanismenya mempertahankan diri dari serangan semua orang yang menyalahkan kebrutalannya. Lalu hal-hal semacam; menyadari bahwa bekal makan siang yang saya siapkan untuknya, ia nikmati ketika sedang makan siang berdua dengan perempuan lain; menunggu ia pulang ke rumah hingga tengah malam karena ia berkencan dengan perempun lain; mendapati berbagai macam pesan singkat berisi kalimat mesra dari perempuan lain; menemukan koleksi foto vulgar perempuan itu; dan selalu hanya mendapat sisa perhatian darinya yang memprioritaskan perempuan lain di atas segala kepentingannya, semua itu ternyata jauh lebih traumatis dibandingkan segala memar, darah, dan luka fisik apapun.

Dan baiklah, saya sudah sampai pada babak akhir atau bahkan epilog dari kisah itu. Satu tahun berlalu dan seperti ungkapan banyak orang yang sejauh ini tidak pernah saya pahami artinya, bahwa ada kalanya manusia akan  merasa bagaikan terlahir kembali. Segala awal apapun yang sudah disiapkan takdir berikutnya, sepertinya saya siap. Siap dalam arti sesungguhnya, bukan menghibur diri dan sok tangguh. Karena tulisan inilah manifestasi dari segala usaha saya selama ini untuk membersihkan diri dari kesemrawutan yang memenuhi hidup saya selama beberapa tahun ini. Maka tulisan ini sama sekali bukan sebuah selebrasi setahun perceraian yang nantinya akan selalu saya rayakan layaknya hari jadian para ABG. Bukan juga pengumuman resmi ke publik tentang status saya yang ditujukan untuk rekan-rekan atau saudara jauh yang masih sering menanyakan “Suamimu kok nggak diajak?”. Bukan pula sebuah kampanye anti woman abuse atau say no to selingkuh agar saya terlihat sok aktif terhadap gerakan feminisme. Apalagi sama sekali bukan semacam balas dendam agar seluruh dunia membela saya dan menyerang mantan suami lalu menjaring masa untuk melakukan bullying ke perempuan itu layaknya fenomena anti-pelakor yang tengah happening di media sosial saat ini. Apa yang akan saya dapat, apakah agar merasa menjadi juara atas pertandingan ini? Sama sekali bukan. Setelah saya  mempublikasikan tulisan ini, entah sampai ke publik atau tidak, saya akan merasa bahwa saya telah berusaha berdamai dengan segala rasa benci dan dendam, beserta orang-orang yang menyertainya. Aneh dan bersyukur karena tahu bahwa jelas ini adalah campur tangan Sang Maha membolak-balikkan hati, yang ingin menegaskan bahwa saya dan laki-laki itu kini tidak lebih dari dua orang yang wajib menjaga hubungan baik, tanpa boleh menggerutu mengenai masa lalu yang telah digariskan, apalagi berani-beraninya masih memendam sakit hati atau masih saling menyalahkan. Walaupun bayangan-bayangan itu masih sering terlintas, tapi tak apa, karena itulah yang masih membuat saya menjadi manusia. Dan tidak ada manusia yang pantas hanya dikenal karena keburukannya semata, begitu juga sebaliknya. Dunia terlalu berwarna jika hanya untuk dikenal sebagai hitam dan putih, bagus dan buruk, penjahat dan pahlawan super. Banyak pembiasan yang membuat sudut pandang setiap kita berbeda terhadap satu obyek yang sama. Yang bisa dilakukan hanyalah berusaha sekeras-kerasnya untuk hidup sebaik-baiknya. Satu lagi yang saya syukuri adalah bahwa saya dilahirkan di era progresif ini, dimana wejangan dan sistem hidup konservatif masih menjadi darah daging, tapi pola pikir dan referensi global tidak bisa dibatasi lagi. Maka jika pada akhirnya nanti saya dan mantan suami dapat melanjutkan hidup dengan idealisme dan kedamaian hati tersebut, pada saat itu kami dapat berbesar hati karena telah mencapai level kedewasaan yang cukup dapat dibanggakan di hadapan Sang Pencipta dan makhluknya.

Rabu, 25 Januari 2017

Iwak Kutuk dan Kasur Lipat



Sebenarnya suasana pelosok desa yang jauh dari jalan aspal dan Alfamart terdekat yang harus ditempuh dengan satu jam perjalanan seperti itu, sudah tidak asing karena saya pun berasal dan besar dari lingkungan sedamai itu. Tapi sore itu entah karena mendung yang tidak jelas akan turun atau tidak, atau karena perjalanan tiga jam berkendara motor tanpa alamat jelas, dengan muka yang serasa ditempel masker karet saking lengketnya akibat keringat yang terkena angin terlalu lama, semua itu membuat kami nggumun akan apapun yang kami temui ketika sampai di tempat tujuan. Dari pertama kami menemukan rumah kayu di tengah kebun heterogen yang bercat hijau ala kadarnya tapi seperti berkamuflase dengan lingkungan sekitar. Lalu melihat sepintas jendela rumah itu saja, saya sudah bertanya dalam hati, kami ada di mana. Jendela dengan ukuran lebih besar dari ukuran lazim, berlukiskan perempuan berambut panjang dengan mahkota dan mengenakan kemben serta selendang hijau, siapa lagi kalau bukan Kanjeng Ratu Kidul yang populer itu. Saya bukan orang yang peka terhadap hal-hal berbau mistis, tapi saya selalu kagum dengan lukisan-lukisan naturalis dari tokoh kejawen seperti itu.
Si pemilik rumah, juga tak kalah membuat saya jatuh cinta terhadap sore itu. Saya tak sempat menanyakan nama beliau, jadi hingga kini, kami hanya menyebutnya dengan nama ‘si bapak’, ketika kami tiba-tiba teringat akan momen berharga saat itu. Apalagi mengabadikan kesyahduan itu dalam sebuah foto, handphone kami kehabisan baterai setelah perjalanan yang cukup lama dari kota Jogja. Ia seorang berambut sepunggung digelung, beruban, paruh baya, dengan raut sumringah atas kelahiran cucu pertamanya, bersila kaki memangku putri bungsunya yang mungkin hanya terpaut beberapa tahun lebih tua dari sang cucu. Si bungsu bergelayut manja, seperti takut tersaingi kedudukannya akan kehadiran keponakannya sebagai anggota keluarga baru yang diperhatian semua orang, ia ogah-ogahan menonton sinetron serigala-serigalaan di TV karena acara lain juga tak kalah menjemukan. Sebuah potret yang sangat tipikal sebenarnya, tapi kemudian menjadi istimewa ketika pembicaraan kami mulai gayeng tentang bagaimana si bapak dan masyarakat sekitar akhirnya memiliki mata pencaharian sebagai pengrajin wayang kulit, hingga kebanggaannya akan salah satu lukisannya yang saat ini masih dipamerkan di sebuah museum ternama di Yogyakarta, serta kolega-koleganya dari luar negeri yang ternyata lebih menghargai karyanya. Satu hal lagi yang menjadi koda dari semua ini adalah ketika petang itu ia mengajak kami ke mushola di samping rumahnya yang sebelumnya tidak kami sadari ada disana. Mushola kecil yang belum memiliki tempat untuk berwudhu, yang hanya dipenuhi dua shaf jamaah laki-laki dan satu shaf jamaah perempuan, itu pun semuanya adalah kaum sepuh kecuali kami berdua dan si bapak yang kemudian mengumandangkan adzan maghrib. Sajian makan malam dengan lauk iwak kutuk hasil memancing itu pun menjadi salah satu mozaik tak terlupakan dari perjalanan sederhana kami.
Bahwa hidup adalah segala hal tentang perspektif. Bagi orang lain dan si bapak, semua itu bukan apa-apa. Tapi bagi saya yang tengah mendramatisir segala yang terjadi pada hidup, apapun akan terasa bermakna dalam dan seperti ingin memberi nasehat tentang langkah apa setelah ini.
Di sore yang lain, pada perjalanan yang lain, di sebuah dramatisasi yang lain akan senda gurau tentang sebuah sepeda ontel klasik di depan warung angkring favorit kami, saya tiba-tiba sadar bahwa  sedang berada di lokasi yang tak jauh dari tempat dimana harapan, cinta, dan cerita hidup saya berasal. Entah karena wedang tape dengan gula kebanyakan itu atau apa yang membuat saya kelebihan energi untuk tanpa pikir panjang mengarahkan motor makin dekat ke tempat itu, makin dekat hingga saya dapat kembali melihat bangunan itu setelah sekian tahun. Masih sama sepinya, dengan pohon-pohon setinggi rumah di kanan kiri yang membuat lingkungannya terlampau teduh bahkan agak gelap. Kadang sempat berpikir apa kamar tempatnya tidur akan cukup sinar matahari di pagi hari untuknya tumbuh kembangnya seperti seharusnya? Ragu-ragu, marah, malu, rindu, bahagia, menjadi penggerak tangan saya untuk terus mengarahkan stang motor semakin dekat dan dekat hingga kira-kira lima meter dari sana, tiga meter, lalu tepat di depan teras itu, saya menjadi laki-laki paling pengecut di dunia yang menelan kembali ego, harga diri, dan kepengecutan yang sudah di ujung lidah hendak dimuntahkan, karena hanya ujung kasur lipat di ruang tamu dekat meja TV itu yang mampu saya lirik dari dalam kaca helm yang buru-buru saya turunkan dan laju motor yang buru-buru saya percepat saat mendengar suara perempuan itu dari ruangan di dalam. Entah hanya fatamorgana dari akumulasi rindu yang menyedihkan atau apa, tapi sebelum ujung kasur lipat itu hilang dari pandangan mata, sebuah kaki kecil seperti berguling menyamping di atasnya. Kaki itu, masih sama seperti beberapa tahun lalu, nyempluk, putih, dengan kuku-kuku merah muda cantik yang masih lunak saat saya genggam dengan masih belepotan darah hangat dari dalam rahim, tempatnya selama sembilan bulan menunggu untuk menjadi satu-satunya yang pantas untuk saya perjuangkan, saat itu, dan saat ini, selamanya, seharusnya, jika bukan karena naluri yang dipecundangi oleh gengsi duniawi.

Senin, 24 Oktober 2016

Simple Past Tense

Answer these following questions:
1. What do you usually do in the morning?
2. What did you do this morning?

The first question will be answered by some information about something you do regularly in every morning. You may use Present Simple such as "I usually read a paper while enjoy my breakfast."

The second question is not asking about a habitual activity but it requires some information about a certain time, that is "this morning". So you can't use Present Simple anymore, but another pattern such as "I drove my brother to school."

The example sentence from the second question is called Past Simple.

There are two patterns of Past Simple:
1. Subject + Verb Be (Past)
    Function : to talk about a condition of something in the past time

Practice

Complete these following sentence with "was", "were", "wasn't", or "weren't".
•   Julia _______ born in 1974.
•   There _______ some interesting programs on TV yesterday.
•   The fruit _______ in the bowl on the table.
•   Our exams were very difficult, so we _______ very happy.
•   One of my brothers _______ in Germany last year.
•   We enjoyed the meal last nigh. The food _______ very nice.
•   _______ they on holiday in Greece?
•   Where _______ Richard last night?

2. Subject + Past Verb (Regular / Irregular)
    Function : to talk about finished actions in the past.

Regular Verb
•  Add –ed to the verb (walk – walked, cook – cooked, etc.)
•  Add –d if the verb ends in e, for example live – lived.
•  If a short verb ends in vowel + consonant, we double the last letter and add ed (for example plan – planned).
•  If the verb ends in consonant + y, we change the y to i and add ed (for example try – tried).

Regular and Irregular Verb
Look at the examples. How are the verbs in sentence 1 different from the verbs in sentence 2?
1. He stepped over the grass.
    They stayed in my house last night.
    My grandpa died in 1979.
2. Jesse had some problems.
    Loise went to talk to his teacher.
    I read your book in my last vacation.

Practice

Put the verbs in the past simple and write them in the list. Use a dictionary to help you.
stay     have     tell     leave     say
step     become     beat
want     win     listen     think     happen
talk     die     go
Regular : ___stayed___, __________, __________, __________, __________, __________, __________, __________.
Irregular  : ____had____, __________, __________, __________, __________, __________, __________, __________.

Complete the sentences. Use the past simple form of the verbs in the list.
begin         eat         win         meet         leave         go
1.  We haven’t got any chocolates. You __ate__ them all yesterday!
2.  My friends _______ the party at 11 o’clock and walked home.
3.  Our team _______ the football final this afternoon. It was a great game!
4.  After lunch on Sunday, Nick and Beth _______ for a walk in the park.
5.  The teacher was late, so our lesson _______ at 9.30.
6.  I _______ Paolo at 1 o’clock and we had lunch together at the café.

Complete the sentences. Use the past simple form of the verbs in the list.
stop         start         tidy         stay         rain         study
not clean    not finish    not like    not watch    not play    not say
1.  I __started__ a painting but I __didn't finish__ it.
2.  They _______ in an expensive hotel, but they __________ the food.
3.  It _______ all day on Saturday, so we __________ tennis.
4.  Helena _________ TV last night. She ________for her test.
5.  I _______ my room, but I __________ the windows.
6.  He _______ for a long time, but he __________ anything interesting! We _______ listening to him.

Put the words in the correct order to make questions.
1.  you / out / go / last night / did ?
     _______________________________________
2.  music / you / last weekend / did / listen to ?
     _______________________________________
3.  coffee / you / this morning / drink / did ?
     _______________________________________
4.  you / watch / yesterday / did / TV ?
     _______________________________________
5.  on holiday / you / last year / did / go ?
     _______________________________________

Past Time Expressions

•  Yesterday
•  Yesterday morning / afternoon / evening
•  Last night / last week / last month / last year / last Saturday / last April
•  An hour ago / four days ago / ten years ago, etc.

Take this and this following extra practices to check your understanding about Past Simple. If you need this material in the form of PowerPoint Slide, you may download it here.

Sabtu, 15 Oktober 2016

TOEIC Questions

This lesson doesn't belong to any of the categories. I posted this since there was a friend of mine who asked me if I've got the example of TOEIC questions. So it's not only my friend can access it, but everyone could. You may download it by clicking this button.

Procedure of Medical Treatment

Before we discuss about the technical term of language in Procedure of Medical Treatment, let's translate these sentences into Bahasa Indonesia, to get some examples of situation.
•   Now I’m going to press the bottom of your neck gently, if you feel pain, please tell me.
•   Excuse me, now I want to check your hair condition.
•   Now, please flex your neck with chin toward your chest.
•   Shrug your shoulders please. Lift up your shoulders and get them down.
•   Lift up your eyebrows please, frown your forehead.
•   Excuse me Sir, now I need to check your mouth.
•   Have you experienced any injury in your nose or mouth?
•   Now I just want you to close one of your nostrils.
•   Does your denture fit with your gum?
•   Now I want you to tip your head back slightly.
•   Excuse me Sir. Now I’m going to check your eyes.
•   Have you ever had eye problem such as itching or eye trauma?
•   Now I want you to spell this letter?
•   I want to move my finger toward your nasal bridge, look at my finger.
•   I need to check your cornea. Now, look up. I’m going to shine your eye with this light.
•   Now, I would like to check your ears.
•   Have you ever had a problem with your ears, such as ringing of the ears?
•   Are you able to hear normally in both ears?
•   Now, please listen to the sound of this instrument.
•   Just tell me if the sound disappears.

There are three main procedure in building an effective communication with the patient in a medical treatment. Those are: QUESTIONS, EXPLAINING, and GIVING INSTRUCTION.

1.   Example of QUESTIONS BEFORE EXAMINATION


2.   Example of EXPLAINING WHAT YOU ARE GOING TO DO
      

3.   Example of INSTRUCTION TO PATIENT
      

PRACTICE
Make a short dialog about patient’s assessment and act your dialog in a role play in front of the class.

If you need this lesson in the form of PowerPoint Slide, please click this button to download.
 

Part of Speech

What is part of speech?
Part of speech doesn’t explain what the word is but how the word is used.

The Eight of Part of Speech
•  Noun
•  Adjective
•  Verb
•  Adverb
•  Pronoun
•  Preposition
•  Conjunction
•  Interjection

1.  Noun
A noun is a person, place, or thing.
For example:
Person : Mr. Garcia likes to eat spinach.
Place   : Stockton is an old town.
Thing  : A chef needs a kitchen. Honesty is very important

2.  Adjective
An adjective modifies or describes a noun by describing, identifying, or qualifying words.
For example:
The beautiful woman wanted a couple of pairs of shoes. 
           adj.       noun
The rainy day made us even sadder.
        adj.    n

3.  Verb
A verb is what you do.
For example:
He ran through the forest.
I will hop and skip down the track.

Practice

Circle the adjectives in the sentences below. Then underline the noun it describes.
1.   Sandy picked the pink roses. .
2.   A tiny spider crawled up the wall.
3.   Alex wiped his dirty hands.
4.   Tomorrow is going to be a hot day!
5.   We looked up at the tall building.
6.   The yellow duck swam in the pond.
7.   I hit my knee on the hard rock.
8.   My sister found a shiny penny!
9.   I want to drive a red car.
10. The clown wore striped pants and big shoes.
11. The kitten drinks warm milk from her bowl.
12. I ate a juicy apple for lunch. .
13. The chirping birds woke us up.
14. We had a picnic in the green grass.
15. My friend has curly hair.
16. Bears sleep in warm dens.
17. Tigers have dark stripes on their bodies.
18. The car had four flat tires.
19. I tasted the sweet ice cream.
20. We sat in the cool shade of the trees.
21. Grandpa packed a healthy snack.
22. I just finished reading a good book.
23. I splashed cold water on my face.
24. We won the last game.
25. The fuzzy yellow chicks were so cute.
26. He wore his warm mittens in the snow.
27. I picked yellow flowers for my Mom.
28. She likes to sit with her two friends.
29. We live in the house with the white shutters.
30. My older sister helped me make dessert.
31. A fox hunts for small animals at night.
32. I would love to learn to ride a beautiful horse.
33. Jake found an extra book so we didn’t have to share.
34. My grandpa has an antique car that he takes to special shows.
35. I sprayed cold water from the hose on my brother. .
36. Aunt Kelly lives about two hours away.
37. We dove into the clear water at the lake.
38. My little brother uses an electric toothbrush.
39. I had a cinnamon muffin for breakfast.
40. We found some old jewelry in my grandmother’s attic.
41. The plumber came to fix the leaky pipe.
42. A tiny ladybug landed on Layla’s shoulder.

Now it is your turn to write a sentence. After you write the sentence, circle the adjective and underline the noun it describes. Write at least 5 sentences.

 
4.  Adverb

Describe verb, adjective, and other adverb.
Types of Adverb:
a.  Adverb of Time
    now, today, yesterday
    Please call me later, I’m studying now.
b. Adverb of Manner
    automatically, beautifully, fast
    My computer shuts down automatically.
c.  Adverb of Degree
    absolutely, barely, really
    Anita really enjoys cooking
d. Adverb of Probability
    likely, maybe, probably
    Maybe he will come later.
e.  Adverb of Frequency
    always, often, rarely
    They often wear flat shoes.
f.  Adverb of Direction
    here, somewhere, there
    He is watching the football match there.

Function of Adverb

Describe the Verb
e.g. ==> I completely agree with you.
"completely" is adverb, modifies "agree" as verb.

Describe the Adjective
e.g. ==> The room was good enough for me.
"enough" is adverb, modifies "good" as adjective

Describe the other Adverb
e.g. ==> She speaks really fast.
"really" is adverb, modifies "fast" as the main adverb.

Pronoun

Pronoun is a word or phrase that may be substituted for a noun or noun phrase.
Types of Pronoun:
1.  Personal Pronoun

2.  Demonstrative Pronoun 
     this, that, these, those
     e.g. This is the most interesting book I have ever read.

3.  Indefinite Pronoun
     anything, everything, none, someone, something, etc.
     e.g. You did everything right.

Preposition

Preposition is a short words that usually stand in front of nouns. Below are some types of prepositions.

1.  Preposition of Time
   


2.   Preposition of Place
      

3.  Other Important Preposition
     

Conjunction

Conjunction is used to connect words, phrases, clauses, or sentences. Below are some types of Conjunction.

1.  Coordinating Conjunction
     for, and, nor, but, or, yet, so

2.  Correlative Conjunction
     either. . .or
     both. . . and
     neither. . . nor
     not only. . . but also

3.  Conjunctive Adverb
     after all
     in addition
     next / then
     also
     moreover
     however
     as a result
     indeed
     on the contrary
     besides
     in fact
     on the other hand
     consequently
     in other words
     furthermore
     finally
     instead
     still
     for example
     therefore

Interjection

Interjection shows the emotion or feeling of the author. Below are some examples of Interjection.

•  Ahem - The sound of someone clearing their throat and means “attention” or “listen”
•  Aah - This is used as a call for help or when someone is scared
•  Boo - Used to scare someone or to voice disapproval
•  Eh - This is used when you didn’t hear or understand what someone said
•  Eww - Shows dislike or disgust
•  Hmm - This can mean you are thinking or hesitating
•  Jeez - Could mean you can’t believe something, or you are exasperated
•  Ooh-la-la - A slightly comical way to refer to something as fancy or special
•  Oops - An exclamation people use when they accidentally do something
•  Phew - This expresses relief or that you are glad something is over
•  Whoa - This can show surprise or amazement
•  Yahoo - Expresses joy or happiness
•  Yeah - This shows a very strong affirmation or approval
•  Yoo-hoo - This is used to get someone’s attention and is usually used by women
•  Zing - This is similar to a rim shot used in comic acts and emphasizes a clever statement or comeback

Examples in sentences:
•  "Ahh, that feels wonderful."
•  "Cheerio!Congrats! You finally got your Master’s degree."
•  "Good grief! Why are you wearing shorts in the winter?"
•  "Grrr! I’m going to get back at him for that."
•  "Humph, he probably cheated to make such good grades."
•  "Oh dear! I don’t know what to do about this mess."
•  "Pip pip! Let’s get moving."
•  "Shoot! I forgot my brother’s birthday."

Practices

Complete this following written quiz by identifying the part of speech in the sentences. The second practice can be download here.

If you need this lesson in the form of PowerPoint Slides, you may download it here.


Kamis, 06 Oktober 2016

Showing Intention

Listen to this monologue.

And this is the transcript of the monologue.
It’s been a long time since my last holiday. I’m very busy recently, but thank God I am free this weekend. So, I decided to have a short trip to Bandung. This is my plan for my weekend in Bandung. On Saturday, I’m going to check in for the hotel at 08.00 am, and go to Trans Studio Bandung at 11.00. I’m going to have lunch at 1.00 pm. I want to eat Sundanese food. It’s my favorite!
Starting from 03.00 pm it’s free time. I still don’t have any plan. Maybe I will stay at the mall for a while and go back to the hotel afterwards. I’m visiting Gunung Tangkuban Parahu on Sunday morning, and I will have horse riding at 11.00 am. After lunch, I’m going to look for souvenirs, before I go back to Jakarta at 05.00 pm. It’s going to be fun. I can’t wait!

From the text, we can find statements of intention. Some of them are …
  • I’m going to check in for the hotel at 08.00 am
  • I want to eat Sundanese food.
  • I will have horse riding at 11.00 am
Can you find the rest?

More examples of showing intention …

Read the dialogue below:

Budi  : Hi Amir, what’s up?
Amir : Hello, I’m fine thanks. How about you?
Budi  : I am doing well. By the way, next week is the semester holiday. Have you got any plans?
Amir : I don’t know, but I think I will spend the holiday at home with my parents. What about you?
Budi  : I am going to go to Bali Island. I have never been there.
Amir : People say Bali is really beautiful. Which resorts will you visit?
Budi  : Perhaps, I will go to Kuta Beach.
Amir : Will you surf, then?
Budi  : No, I won’t. I cannot swim, Amir.
Amir : So, What are you going to do there?
Budi  : I am going to enjoy the sunset, play sand on the beach and enjoying the scenery.
Amir : That sounds great! I hope you enjoy your holiday, Budi.

Can you find some questions and statements of intention in the dialogue?

These are some other examples of expression in ASKING for intention.
  • Where will you go next holiday?
  • What will you do after graduating from college?
  • What’s your plan tonight? 
  • What will you do next week? 
  • What do you plan to do? 
  • What are you going to do tomorrow?
  • What do you want to do?
  • Do you want to visit Komodo Island together with us?
  • Does she want to share the cost for our next trip? 
  • Do they plan to go out of town in near future? 
  • Does he plan to see Ed Sheeran concert on June? 
  • Are you going to Jakarta tomorrow? 
  • Is he going to Bandung next Saturday? 
  • Will you stay in my villa during the holiday?
  • Will she come with us to the beach?
And these are some other examples of expression of STATING intention.
  • I plan to… 
  • I intend to … 
  • I am going to …. 
  • I will watch a movie tonight 
  • I am thinking of ….. 
  • I’ve been thinking about … 
  • I’m planning to …. 
  • I’m decided to …..
  • I want to ….
  • I want to have a short trip this weekend. 
  • I plan to go to Bali for next year holiday. 
  • I am going to visit my grandmother’s house this Sunday. 
  • I will visit Bandung sometime next month. 
  • She wants to visit Lombok with her friends. 
  • He plans to book a plane ticket to Malaysia. 
  • She is going to Padang next week. 
  • He will go to Jakarta, but I’m not sure when. 
  • You want to join our trip to the zoo, don’t you? 
  • They plan to do a backpacking trip to Kalimantan. 
  • We are going to go hiking next month. My friend and I will have a long vacation in Raja Ampat
Practice

Listen to your teacher’s spoken question about each of your intention. Answer the question with the appropriate statement.
  • What will you do when you are 30 years old?
  • What will you do if you become a millionaire?
  • What will you do today until midnight?
  • What are you going to do to celebrate your next birthday?
  • What do you think the world is going to be like 50 years later?
  • Imagine that you will master any academic subject at school, which subject will it be?
  • Imagine you are going to go abroad for education. Where it will be?
  • What is the transportation system will be like in the future?
  • Beside English, what is the language you would like to learn?
  • What animal you really would like to keep in your house?
  • If you are a scientist, what invention you are going to create?
Using “will”, “be going to”, and “would like to”
in expressing Intention

The Function of “will”
Read these sentences and discuss the function.
•    A  : What would you like to eat, Miss?
     B  : I will have tuna sandwich, please.
•    A  : Did you leave your book in the classroom?
     B  : I think I did. I will come back to take it.
     ==> “Will” to tell the plan to do something AT THE TIME OF SPEAKING
Read these sentences and discuss the function
•    A  : What time is the school graduation party?
     B  : I don’t know yet. I will call you when soon as I know.
•    A  : Don’t drive under the rain!
     B  : Don’t worry. I’ll be careful.
•    A  : I need to use the car tomorrow.
     B  : OK. I will not use it.
•    A  : Please don’t tell anyone.
     B  : I promise I won’t tell anyone.
     ==> “Will” to make A PROMISE
Read these sentences and discuss the function
•    A  : I’m so confuse about choosing the major in university after graduation.
     B  : Don’t be worry. It will be fine.
•    A  : Do you think we will have flying cars here?
     B  : We will, one day.
     ==>“Will” to predict something in THE DISTANT FUTURE

The Function of “be going to”
Read these sentences and discuss the function
•   A  : Have you seen The Conjuring 3?
    B  : Not yet. I am going to watch it tomorrow.
•   A  : Why is Bima in hurry?
    B  : He is going to pick up his brother at school
•   A  : Miss, when is the English test?
    B  : I’m going to discuss it with the other teachers, so you’re not going to hear it from me today.
•   A  : Where is Siska?
    B  : She has an English course today. She’s not going to go with us.
    ==> “be going to” for expressing something that WE HAVE PLANNED
Read these sentences and discuss the function
•   A  : It’s so cloudy today.
    B  : It’s going to rain soon.
•   A  : I heard there will be fifty questions in the math quiz.
    B  : That’s true. It’s not going to be easy.
•   A  : It’s raining. Have you checked your laundry?
    B  : I don’t need to. They’re not going to dry for sure.
    ==> “be going to” for making PREDICTION IN THE NEAR FUTURE

Do you still remember the term of
“be” in this “be going to”?


The Function of “would like to”
Read these sentences and discuss the function.
•   A  : Would you like to learn English?
    B  : Yes, I would.
•   A  : Would you like to go out tonight?
    B  : I’d like to, but I have homework to do.
•   A  : Hello. Can I help you?
    B  : I would like to buy a ticket.
    ==> “would like to” is a polite way  to say “I want”

Conclusion


If you are a teacher or language instructor, and you need this material in the form of PowerPoint Slides, I've already provided it here to download.